Pakaian Adat Tampo Bada: Proses dan Motif

// // 2 comments

Apa hal pertama yang timbul di pikiran kita ketika mendengar mengenai masyarakat adat?


Ehm,... kalau saya dan mungkin juga anda,... Yup! pakaian adat. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kata adat sendiri identik dengan kostum warna warni dengan berbagai pernak-perniknya yang mempesona mata. Tentu masih ingat kan dengan acara opening Miss World 2013 di Bali? Melihat ratusan bule-bule cantik memperagakan pakaian adat dari seluruh nusantara. Sungguh memanjakan mata. Dan memang itulah, pakaian adat menjadi salah satu daya tarik 'adat' bagi orang-orang awam termasuk saya. 

Kontestan Miss World 2013
Img source:here

Tentu saja 'adat' sendiri sangat luas maknanya jika hanya dibandingkan dari sekedar 'kostum'. Namun kali ini saya ingin khusus menulis salah satu pakaian adat dari salah satu komunitas adat di bumi pertiwi ini yaitu Masyarakat Adat Tampo Bada. Sungguh beruntung saya bisa berkesempatan ke sana. 



Pakaian adat Tampo Bada (Pak Taula &istri)
Masyarakat Adat Tampo Bada (MATB) adalah sebutan untuk komunitas masyarakat adat yang menempati suatu lembah bernama Lembah Bada. Lembah Bada secara administratif mencakup 14 desa di dua kecamatan yaitu Lore Barat dan Lore Selatan di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Pakaian adat yang dimiliki MATB terbuat dari kulit kayu yang dibuat secara khusus melalui tahap-tahap yang saya rasa panjang dan rumit. Tidak banyak orang yang bisa membuatnya sehingga harga dari pakaian ini juga mahal. Pemakaiannya juga tidak sembarangan. Motif-motif tertentu dipakai oleh orang-orang tertentu saja dan pada waktu-waktu tertentu saja. 

Berikut ini adalah gambaran proses pembuatan pakaian adat Bada dari kulit kayu beserta salah satu motifnya. Sebenarnya ada beberapa motif pakaian yang lain namun saya tidak sempat mendokumentasikannya. Nara sumber saya bernama Bapak Taula, seorang pembuat pakaian adat Tampo Bada yang tinggal di Desa Pada, Lore Selatan. 


Proses Pembuatan pakaian adat Bada dari kulit kayu:

1.        Survey lokasi pohon yang akan dijadikan bahan. Karena pohon yang digunakan hanya pohon-pohon khusus (sepertinya dari keluarga beringin) yang ada di sekitar hutan maka survey pohon perlu dilakukan untuk mengetahui lokasinya sebelum dikupas kulitnya. Terdapat beberapa pohon yang dapat digunakan untuk bahan yang akan menghasilkan serat berwarna merah dan putih.

2.   Pengupasan kulit kayu dilakukan pada waktu tertentu yaitu selama satu minggu ketika bulan penuh/purnama (hari puncak purnama dan 3 hari sebelum dan sesudahnya, total 7 hari/1 minggu).  Di luar waktu yang ditentukan, kulit kayu sulit dikupas. 

3.       Setelah dikupas, serat kulit kayu diambil dan dikumpulkan.

4.    Kulit kayu dilipat-lipat untuk kemudian direbus dalam air sampai serat lembek, kurang lebih 1 jam. Digunakan belanga dari tanah untuk wadah merebus. Panas yang dialirkan dalam belanga tanah lebih merata dibanding wadah lain.

5.     Serat kemudian ditiriskan dan dibungkus dengan daun pembungkus. Biasanya digunakan daun pisang atau daun ‘lewunu’ yaitu sejenis daun pembungkus yang biasanya tumbuh di tepi sungai.

6.     Bungkusan serat dalam daun disimpan selam 4-5 hari.

7.   Setelah itu serat dibuka dari bungkus daun. Kemudian serat dipukul-pukul dengan alat pemukul untuk memipihkan serat. Serat yang awalnya menggumpal dan tebal akan menjadi pipih dan lebar. Pemukulan dilakukan dengan alat pukul khusus dan dilakukan bertahap. Alat pukul meliputi alat kayu yang terbuat dari batang pohon enau (dalam istilah lokal disebut pohon miras), dan beberapa batu berbentuk kotak kecil. Untuk dapat dipukulkan, kotak-kotak batu dijepit dengan rotan. Alat-alat pukul tersebut memiliki pola garis-garis yang akan membentuk pola kain serat. 
Alat pukul dan batu pemberat 
7.    Setelah membentuk kain yang lebar, maka pembuatan pola dapat dilakukan. Penggambaran pola pakaian disesuaikan dengan kebutuhan, apakah akan dibuat baju, celana, rok, atau lain-lain.
Kain yang siap dibuat pola, digambar dan diwarnai
8.      Kemudian pola dipotong dan dijahit dengan benang.

9.     Setelah itu, motif digambar di atas permukaan kain. Digunakan tinta khusus yang terbuat dari tanaman. Tinta yang sering digunakan umumnya berwarna putih, merah, dan hitam. Motif dari pakaian adat bada memiliki arti dan makna sehingga tidak boleh sembarangan dilukiskan. Motif-motif tertentu hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu saja, misalnya ada motif khusus yang hanya boleh dipakai oleh kaum bangsawan.

Baju yang sudah dilukis siap untuk diwarnai

10.    Setelah selesai, baju kemudian dipres/ ditekan dengan beban seberat kurang lebih 7 kg selama beberapa waktu sampai baju lebih halus.
11.     Baju sudah siap digunakan. 

Motif Pakaian Adat 

Motif pakaian adat MATB memiliki berbagai makna dalam simbol-simbol yang tergambar di dalamnya. Berikut ini saya hanya akan menunjukkan salah satu motif rok perempuan. 


Arti Motif:

1.   Garis putih adalah garis pengikat yang diletakkan di antara gambar-gambar yang lain, bermakna ikatan kesatuan adat budaya di Tampo Bada, bahwa semua hal harus diikat dengan adat.
2.   Daun beringin berarti tempat berlindung, pengayom. Sebagai pemimpin harus bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat. Motif ini hanya boleh dipakai oleh perempuan bangsawan/ pemimpin.
3.   Jantung kerbau berarti adalah kekuasaan yang memberi manfaat. Kerbau di masyarakat adat Bada digunakan hampir untuk setiap kegiatan dan upacara adat.
4.  Mata burung hantu adalah perlambang kekuatan magis dan isyarat. Burung hantu dipercaya sebagai pemberi isyarat adanya sesuatu hal yang terjadi.
5.     Tanduk kerbau melambangkan kekuatan.
6.     Daun bambu melambangkan cerita rakyat tentang istri Manuru yang dipercaya sebagai orang yang mengajarkan pembuatan pakain kulit kayu. Istri Manuru diceritakan adalah dewi yang keluar dari bambu kuning.

Catatan: Motif ini hanya boleh dipakai oleh perempuan bangsawan/ pemimpin.

Ya, seperti itulah kira-kira pakaian adat di Tampo Bada. Saya sendiri beruntung bisa mencobanya. :)  . Selain dari kulit kayu, saat ini beberapa pakaian adat sudah dibuat dari bahan kain yang lebih mudah dijumpai dan dipakai. Namun khusus untuk acara-acara adat tertentu, misalnya pakaian pengantin, pakaian asli dari kulit kayu tetap wajib untuk dipakai. Foto di bawah ini adalah foto perkawinan adat Tampo Bada. Hanya sepasang pengantin saja yang memakai pakaian adat dari kulit kayu, sedangkan yang lainnya memakai pakaian dari bahan lain misalnya kain dan beludru. 


Upacara perkawinan adat MATB


Kiri: aku dan pengantin perempuan Bada. Kanan: aku dalam kostum adat (rok kulit kayu, baju kain)

Saya berharap suatu saat nanti akan ada kesempatan lagi untuk bisa mendokumentasikan pakaian adat ini secara lengkap dan tentu saja pakaian-pakaian adat nusantara lain yang sungguh membuat saya terpesona. Wish me Luck....


Special thank to AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) yang memberikan kesempatan jalan-jalan ini :D.


Net262

---------------------------------------------
-My Opinion-
"Memang pakaian bukan segalanya, tapi percaya atau tidak pakaian menjadikanmu berperilaku seperti karakter pakaian itu. Karna itulah, pilih pakaian yang terbaik dan paling nyaman buatmu. Dan nikmatilah menjadi diri sendiri. "  

2 comments: Leave Your Comments